38 weeks |
Sebagai pengalaman pertama melahirkan saya pribadi berharap untuk melahirkan secara normal. Saya mempersiapkan seluruh jiwa dan raga saya untuk persalinan normal, mulai dari mencari tahu tentang proses kelahiran normal, ikut seminar Hypnobirthing, senam hamil, yoga prenatal, baca-baca blog ibu-ibu yang melahirkan normal, mempersiapkan mental saya dan suami saya, dan lain sebagainya. Didukung dengan kesehatan janin yang baik, posisi janin yang baik dengan kepala sudah dibawah sejak 32 minggu kehamilan, hasil CTG yang sampai detik akhir keputusan caesar diambil masih baik dan tidak ada masalah yang terlihat dari sisi raga saya sebagai pemeran utama dalam proses kelahiran ini. Namun rupanya proses jiwa yang awalnya mantap untuk lahiran normal, sedikit terganggu oleh satu hal menggoyahkan kemantapan tersebut hingga terbesit di pikiran untuk kelahiran caesar agar tidak disama-samakan oleh pengalaman kelahiran normal. Dan Ya, terjadilah. he2.
Di akhir kehamilan saya merasa sangat terganggu dengan seseorang yang membandingkan dan memprediksi kekuatan, sifat, dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ketika saya lahiran nanti. Saya merasa sifat dan kemampuan saya diremehkan dan direndahkan. Tapi saya tak bisa melawan ataupun komplain akan hal tersebut. Karena walau mungkin memang benar saya seperti itu, saya merasa bukan ini yang harusnya saya dapatkan dari orang yang sangat berpengaruh dalam hidup saya. Melainkan semangat, pengertian, bantuan, dan menghargai birthplan yang saya inginkan dan rencanakan. Mungkin semangat dan bantuan memang beliau selalu berikan kepada saya, entah karena buta oleh rasa kesal tersebut sehingga saya menjadi kurang dapat menikmati pemberian tersebut. Oleh karena itu saya merasa bahwa mungkin ini memang jalan yang Allah berikan kepada saya sehingga tidak ada yang bisa dibanding-bandingkan dan dikomentari secara tidak berdasar karena pengalaman caesar sangat berbeda dengan pengalaman melahirkan normal.
Baiklah, berikut adalah
Ceritanya. :)
Saya memiliki jadwal datang bulan yang tidak teratur, kadang normal setiap 1 bulan, kadang 1,5 bulan, bahkan pernah 3 bulan loh. Oleh karena itu, ketika ditentukan HPL (Hari Perkiraan Lahir) yang ditentukan berdasarkan HPHT (Hari pertama Haid Terakhir) oleh dokter kandungan saya, ternyata terdapat selisih 2 minggu jika dibandingkan dengan umur kandungan berdasarkan perkiraan berat janin, sehingga terdapat 2 HPL sekaligus umur kandungan. Dan hal ini berjalan terus dengan konstan selisih yang sama selama kehamilan saya. Jika berdasarkan HPHT, umur kandungan saya lebih tua 2 minggu dari perkiraan umur kandungan berdasarkan berat badan janin. Oleh karena itu ketika mencapai umur kehamilan 40 minggu berdasarkan berat janin sekaligus 42 minggu berdasarkan HPHT, dokter kandungan saya menganjurkan untuk persalinan caesar bila tak ada tanda-tanda kemajuan persalinan normal. Terakhir kontrol ketika umur 39 minggu belum juga ada tanda-tanda persalinan sehingga nama saya dijadwalkan operasi caesar di RS. Asri, Jakarta.
HPL saya adalah 15 September 2014. Tanda-tanda kontraksi sudah saya rasakan dari 4 hari sebelumnya. Bagi saya kontraksi itu rasanya seperti ada yang menusuk di punggung bawah dalam bagian belakang lalu menjalar ke perut bagian depan, seperti ada yang menekan dengan kencang dan menyakitkan dan juga ada sedikit rasa panas yang ikut menjalar selama beberapa saat lalu, sakitnya mereda. Namun rasanya masih timbul tenggelam dan tidak terlalu kuat. Oh mungkin ini yang dinamakan braxton hicks, tapi karena pengalaman pertama dan takut kenapa-kenapa suami menyarankan untuk segera ke rumah sakit. 2 hari sebelum HPL saya ke rumah sakit dan benar saja hanya kontraksi palsu, kamipun kembali ke rumah. Di rumah mamih mertua bolak-balik ke rumah saya menanyakan keadaan saya. Saya hanya senyum-senyum saja bilang semua baik-baik saja walau sebenarnya saya sudah sering merasakan kontraksi pada saat itu. Saya hanya terbuka pada suami dan dokter saya dan memasang topeng bila berhadapan dengan orang lain. He2. Saya tidak ingin terlihat cengeng (ternyata akhirnya cengeng nya terlihat di cerita saya yang ini) dan saya menginginkan persalinan ini hanya dihadiri oleh saya dan suami saya saja. Saat itu saya lupa bahwa orangtua pasti khawatir dengan anaknya dan ingin menemani, sehingga saya keukeuh ingin berdua saja dengan suami. Belakangan saya baru ketahui bahwa mamih mertua resah dan menangis ketika suami saya melarang beliau untuk ikut kerumah sakit dan menunggu saya. Sedih dan menyesal rasanya tahu hal tersebut.
Kembali ke cerita.
Setelah mengabari orang rumah bahwa saya dan suami bermalam di rumah sakit dan mohon doa, kami pun melanjutkan tidur. Maunya. Tapi kenyataannya saya tidak bisa tidur. Seringkali saya terbangun karena kontraksi dan suami pun ikutan bangun untuk menenangkan saya. Waktunya mempraktikan ilmu yang didapat ketika seminar hypnobirthing dan senam hamil. Beberapa trik yang mampu mengurangi rasa sakit ketika kontraksi bagi saya adalah:
15 September
Seharian saya merasakan mulas yang mulai teratur namun masih bisa ditahan, suami saya kembali mengajak saya ke rumah sakit namun saya menolak, nanti saja jika saya sudah tidak bisa apa-apa lagi saking sakitnya baru ke rumah sakit, namun suami bersikeras dan kami sepakat bila hingga malam nanti saya masih merasakan mulas kami akan ke rumah sakit. Hari itu memang mulasnya mulas yang tidak bisa dipakaikan topeng lagi sebenernya. Haha. Sudah tidak bisa bohong, Terlihat dari wajah menahan sakit dan meng-aduh-aduh ke suami saya jika sedang kontraksi. Saya malas jika harus kerumah sakit dan ternyata masih kontraksi palsu juga sementara besok lusa saya sudah dijadwalkan operasi. Tapi akhirnya tepat jam 12 malam saya mengiyakan ajakan suami untuk pergi ke rumah sakit.16 September
Pukul 1 dini hari
Saya duduk manis di kamar VK berbaju kimono rumah sakit. Cek CTG kondisi jantung janin baik dan ada kontraksi teratur dan lumayan tinggi (pantesan sakit) namun di cek dalam ternyata belum ada bukaan. Di RS. Asri belum bisa masuk kamar ketika menunggu pembukaan, jadi saya dan suami bermalam di kamar ruang VK. Untung malam itu pasiennya hanya saya, sehingga 1 bed lagi kosong dan suami saya bisa tidur disitu. Padahal kata bidan malam sebelumnya ada 4 orang yang melahirkan sehingga ruang bersalinnya penuh. Waduh.Setelah mengabari orang rumah bahwa saya dan suami bermalam di rumah sakit dan mohon doa, kami pun melanjutkan tidur. Maunya. Tapi kenyataannya saya tidak bisa tidur. Seringkali saya terbangun karena kontraksi dan suami pun ikutan bangun untuk menenangkan saya. Waktunya mempraktikan ilmu yang didapat ketika seminar hypnobirthing dan senam hamil. Beberapa trik yang mampu mengurangi rasa sakit ketika kontraksi bagi saya adalah:
- Dengan menekan punggung bagian bawah dekat pantat dengan menggunakan 2 jari tangan
- Menekan dengan keras panggul ketika bukaan dibawah 5 atau pinggul ketika bukaan 5 keatas.
Malampun berlalu
Dengan terbangun-bangun, tapi lumayan bisa istirahat menjelang subuh entah karena lelah sehingga kontraksi tidak lagi berpengaruh saking ngantuknya atau memang kontraksinya adem ayem saja. Setelah sholat subuh datang lagi bidan untuk mengecek, semua masih sama seperti semalam, sehingga bidan menganjurkan untuk jalan kaki di sekitar rumah sakit. Dokter kandungan saya, dr.Achmad Mediana, akan visit jam 8 nanti.Jalan pagi muter-muter di rumah sakit |
Ngapain Bu kesini?Haha. Dokternya juara dalam hal membuat saya bingung dengan pertanyaan beliau. Saya menjelaskan yang terjadi lalu setelah itu dokter menganjurkan saya untuk berjalan-jalan lagi. Saat itu, sedikit banyak Pak dokter seperti menguji bidan-bidan di rumah sakit tersebut, menanyakan program apa yang bidan punya untuk saya, pasien yang bukaannya masih 0 tapi udah masuk rumah sakit dari semalam. "Kan pasti bosen nih ibunya" Agak awkward rasanya saat itu apalagi saya sedang sendiri, suami sedang mandi di kamar mandi mushola. Singkat cerita saya ditanya ingin apa dan saya menjawab ingin jalan-jalan dan dokter mengijinkan saya untuk jalan kemana? ke Mal Pejaten Village. Hihi. Dan juga disuruh ikut senam hamil jika masih kuat nanti sore yang ternyata berujung pada tidak ada kelas sore itu.
Suami datang tepat setelah dokternya pergi untuk praktek. Saya bercerita dan kamipun meminta bidan untuk diijinkan keluar sebentar untuk jalan-jalan siang itu. Saya menandatangani surat pernyataan dan dijelaskan sedikit tentang kebijakan rumah sakit oleh dokter jaga bahwa selama diluar saya bukan tanggungan rumah sakit serta anjuran-anjuran jika bertambah kuat kontraksinya ataupun ada flek biarpun sedikit untuk segera kembali dari rumah sakit. Semua beres dan siap, gelang pasien saya digunting dan kamipun pergi jalan-jalan ke Kemang Village akhirnya, bukan Pejaten village, karena pengalaman hari minggu sebelumnya setelah jalan-jalan dari Pejaten Village kontraksi saya jadi hilang. *alasannya tidak berdasar ya. Haha.
Sebelum pergi di CTG jantung janin baik, kontraksi teratur dan semakin kuat sehingga saya dan suami masih optimis bisa lahiran normal walau pembukaan masih 0 juga. Kami pun melangkah gembira menuju Kemang Village. Selama jalan-jalan di Kemang village seringkali saya berhenti ketika kontraksi datang, meremas tangan suami saya dengan muka mesem menahan sakit. Setelah capek keliling-keliling, saya lapar dan kami makan di foodcourt lantai atas. Eh, ternyata setelah makan, selama perjalanan pulang kembali ke rumah sakit saya merasa kontraksinya mereda dan lama-lama hilang. Padahal selama jalan-jalan di Kemang Village lumayan banget loh kontraksinya. Sama seperti hari minggu sebelumnya ini, habis jalan di mal jadi hilang kontraksinya. Benar saja, sesampainya kami di rumah sakit, CTG, kontraksinya hilang. Saya senang sih, tidak sakit lagi soalnya, dan kami akhirnya menyiapkan mental untuk menjalani operasi caesar. Beda dengan lahiran normal dimana suami dapat mendampingi, lahiran caesar tidak ada pendamping yang boleh masuk, hanya saya dan para dokter dan bidan saja.
Lanjut di sini saja ya ceritanya. Lumayan panjang ternyata.
Lanjut di sini saja ya ceritanya. Lumayan panjang ternyata.
0 comments :
Post a Comment